Senin, 10 Februari 2025
Dalam periode 2022-2024, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mencatat 46 kasus penyiksaan oleh aparat penegak hukum dalam proses penyidikan, yang mengakibatkan 29 korban meninggal dunia. Hal ini menunjukkan lemahnya pengawasan dalam sistem penyidikan di Indonesia.
Kasus-kasus seperti insiden tahanan tewas di Padang serta kematian warga negara asing dalam tahanan Imigrasi menunjukkan bahwa pengawasan terhadap penyidik masih sangat minim. Sistem hukum saat ini belum mampu mengendalikan tindakan represif aparat penegak hukum, sehingga menimbulkan berbagai pelanggaran hak asasi manusia.
Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi warga negara. Beberapa prinsip penting yang harus diterapkan dalam reformasi KUHAP adalah:
Exclusionary Rules
Aturan ini mencegah penggunaan bukti yang diperoleh dengan cara melanggar hukum. Dengan demikian, tindakan penyiksaan dan penyalahgunaan wewenang aparat dapat ditekan.
The Poisonous Tree Doctrine
Doktrin ini menyatakan bahwa bukti yang diperoleh dari pelanggaran hukum tidak dapat digunakan dalam proses peradilan, sehingga aparat penegak hukum akan lebih berhati-hati dalam melakukan penyidikan.
Supervisi dan Pengawasan yang Ketat
Sistem pengawasan harus diperkuat agar aparat penyidik tidak bertindak sewenang-wenang. Mekanisme supervisi yang efektif dapat memastikan setiap tindakan penyidik sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang adil.
Saat ini, mekanisme pengawasan terhadap penyidik masih lemah, dan revisi KUHAP harus segera dilakukan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang aparat penegak hukum. Reformasi hukum acara pidana ini menjadi langkah penting dalam memperbaiki sistem peradilan di Indonesia serta melindungi hak asasi manusia.